Pokok-pokok Etika
Seorang pakar etika terkemuka di Indonesia, Franz Magnis-Suseno (1979:12-13) menyatakan
sebagai berikut :
“mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu adalah tugas etika. Etika adalah
penyelidik filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia
serta tentang yang baik dan buruk . bidang itulah yang kita sebut dengan bidang
moral. Maka etika didefinisikan sebgai filsafat tentang bidang moral. Dari
semua cabang filsafat lain, etika dibedakan oleh karena tidak mempersoalkan
keadaan manusia melainkan bagaimana ia harus bertindak. Etika adalah filsafat
tentang praxis manusia.’’
Good Corporate Gorvenance Birokrasi dan Korporasi
· Masalah-masalah praktis etika bisnis
1. Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan
kecurangan bisnis yang dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dan
ekonomi yang telah merugikan warga Negara, setidaknya dalam segi keuntungan
financial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah)
dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya prosr produksi, eksplorasi dan
eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pemimpinnya tida
memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otiritas, korupsi dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan
sistematis terhada masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering
terjadi.
2. Masih saja terjadi persaingan tidak sehat dan
monpoli terhadap sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan teori konspirasi
dimana-mana. Dalam skala global, hal tersebut terjadi di beberapa Negara.
Keadilan dan demokrasi ekonomi acap dipaktekan dengan mendapat sokongan justru
dari penguasa Negara. Kasus-kasus actual, misalnya pemebebasan tanah utuk bisnis
property.
3. Kejahatan perbankan, keuangan (pasar modal) dan
perpajakan juga sering dilakukan oleh banyak orang. Penggelapan pajak, penipuan
dengan kartu kredit atau kejahatan maya (cyber crime), penyalahgunaan kredit,
dan penggelapa pajak sangat sulit diatasi, sebab selain masih rendahya
penegakan hokum, etika bisnis dan perilaku juga mengalami distorsi luar biasa.
4. Mekanisme pengawasan dan penegakan hukum
terhadap kegiatan bisnis bersekala besar acap kali diabaikan oleh pemerintah,
bahkan trlihat banyak oknum aparat pemerintah melakukan konspirasi dan kolusi.
Fenomena ini dapat dirasakan pada kasus-ksus perbankan dan banyak kasus mega
proyek. Sedikit NGO/LSM yang menaruh perhatian penuh dalam mengawasi tindak
kejahatan bisnis.
5. Control lembaga legislatif (parlemen) juga
sangat lemah, sebab ada juga anggota parlemen tingkat pusat dan tingkat daerah
yang ikut melakukan kejahatan bisnis, atau sengaja membiarka terjadi tanpa ada
upaya melaporkannya. Sebagian aparatur pemerintah juga melakukan hal yang sama.
Para penegak hukum (beberapa hakim, jaksa,polisi dan pengacara) juga terlibat
dalam kejahatan bisnis/ekonomi.
6. Masih banyak pelaku bisnis yang tidak memiliki
etika bisnis, da oknum pemerintah banyak yang tidak memiliki etika dalam
pembangunan ekonomi, perdagangan dan korporasi. Prinsip-prinsip good corporate govermance juga belum
diterapkan secara pasti dan berkelanjutan, begitu pula supremasi hukum melalui law enforcement. Teknolog pemantauan dan
penangan kejahatan bisnis juga beum emadai. Budaya malu dan hidup berkecukupan
atau berlebihan secara jujur dan bersih masih sedikit dimiliki oleh banyak
orang.
Seorang pakar etika terkemuka di Indonesia, Franz Magnis-Suseno (1979:12-13) menyatakan
sebagai berikut :
“mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu adalah tugas etika. Etika adalah
penyelidik filsafat tentang bidang yang mengenai kewajiban-kewajiban manusia
serta tentang yang baik dan buruk . bidang itulah yang kita sebut dengan bidang
moral. Maka etika didefinisikan sebgai filsafat tentang bidang moral. Dari
semua cabang filsafat lain, etika dibedakan oleh karena tidak mempersoalkan
keadaan manusia melainkan bagaimana ia harus bertindak. Etika adalah filsafat
tentang praxis manusia.’’
Good Corporate Gorvenance Birokrasi dan Korporasi
· Masalah-masalah praktis etika bisnis
1. Banyak sudah terjadi kejahatan ekonomi dan
kecurangan bisnis yang dilakukan oleh banyak korporasi atau pelaku bisnis dan
ekonomi yang telah merugikan warga Negara, setidaknya dalam segi keuntungan
financial (pajak) dan kepercayaan public terhadap peranan Negara (pemerintah)
dalam mengawasi dinamika ekonomi, khususnya prosr produksi, eksplorasi dan
eksploitasi sumber-sumber kekayaan alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Fenomena ini terjadi karena banyak korporasi, terutama para pemimpinnya tida
memiliki komitmen yang kuat untuk memberantas kejahatan bisnis. Penyelewengan,
penyalahgunaan otiritas, korupsi dan kolusi juga sulit diatasi. Penipuan
sistematis terhada masyarakat yang dilakukan beberapa pebisnis juga sering
terjadi.
2. Masih saja terjadi persaingan tidak sehat dan
monpoli terhadap sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan teori konspirasi
dimana-mana. Dalam skala global, hal tersebut terjadi di beberapa Negara.
Keadilan dan demokrasi ekonomi acap dipaktekan dengan mendapat sokongan justru
dari penguasa Negara. Kasus-kasus actual, misalnya pemebebasan tanah utuk bisnis
property.
3. Kejahatan perbankan, keuangan (pasar modal) dan
perpajakan juga sering dilakukan oleh banyak orang. Penggelapan pajak, penipuan
dengan kartu kredit atau kejahatan maya (cyber crime), penyalahgunaan kredit,
dan penggelapa pajak sangat sulit diatasi, sebab selain masih rendahya
penegakan hokum, etika bisnis dan perilaku juga mengalami distorsi luar biasa.
4. Mekanisme pengawasan dan penegakan hukum
terhadap kegiatan bisnis bersekala besar acap kali diabaikan oleh pemerintah,
bahkan trlihat banyak oknum aparat pemerintah melakukan konspirasi dan kolusi.
Fenomena ini dapat dirasakan pada kasus-ksus perbankan dan banyak kasus mega
proyek. Sedikit NGO/LSM yang menaruh perhatian penuh dalam mengawasi tindak
kejahatan bisnis.
5. Control lembaga legislatif (parlemen) juga
sangat lemah, sebab ada juga anggota parlemen tingkat pusat dan tingkat daerah
yang ikut melakukan kejahatan bisnis, atau sengaja membiarka terjadi tanpa ada
upaya melaporkannya. Sebagian aparatur pemerintah juga melakukan hal yang sama.
Para penegak hukum (beberapa hakim, jaksa,polisi dan pengacara) juga terlibat
dalam kejahatan bisnis/ekonomi.
6. Masih banyak pelaku bisnis yang tidak memiliki
etika bisnis, da oknum pemerintah banyak yang tidak memiliki etika dalam
pembangunan ekonomi, perdagangan dan korporasi. Prinsip-prinsip good corporate govermance juga belum
diterapkan secara pasti dan berkelanjutan, begitu pula supremasi hukum melalui law enforcement. Teknolog pemantauan dan
penangan kejahatan bisnis juga beum emadai. Budaya malu dan hidup berkecukupan
atau berlebihan secara jujur dan bersih masih sedikit dimiliki oleh banyak
orang.
· BEBERAPA SOLUSI PERMASALAH
ETIKA BISNIS
1. Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang
terjadi seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan
revolusi industri perdagangan, perbankan dan khususnya korporasi, dalam skala
global, sebaliknya semua negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih
memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan
kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya
untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan
keadilan, kebenaran, kejujuran, penegakan hukum, penegakan etika dan
peningkatan rasa berkompetisi secara fair, rasional dan berkemanusiaan.
2. Pemerintah harus merancang sebuah pemikiran
strategik mengenal politik penanggulangan kesejahteraan bisnis secara rasional.
LSM (NGO) yang menaruh perhatian pernuh terhadap upaya penccegahan dan
pemberantasan korupsi harus tetap menekan pemerintah, terutama aparat penegak
hukum untuk mengukum siapapun seberat-beratnya bila mengganggu stabilitas
ekonomi. Tindaka reprsif sesungguhnya harus ditempuh untuk mengganjar para
pelaku kejahatan bisnis/ekonomi dalam skala besar.
3. Untuk mecegah sekaligus memberantas kejahatan bisnis/ekonomi,
sesuatu hal yang signifikan, strategik dan fundamental harus diambil, yaitu
dengan lebih dahulu membenahi organisasi kekuasaan kehakiman, kejaksaan dan
kepolisian sebagai stakeholders utama dalam penegak hukum. Integritas moral,
spiritual dan mental para penegak hukum harus teruji. Tingkat kesejahteraan dan
kelangsungan hidup komunitas ini harus diperhatikan.
4. Integritas moral pemerintah dan parlemen juga harus
lebih baik, agar tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
berbuat kejahatan bisnis/ekonomi. Etika kekuasaan dan berpemerintahan harus
dimiliki pemerintah dan parlemen. Etika politik anggota-anggota DPR juga
haruslah teruji untuk tidak tergoda dengan menggunakan jabatan politik untik
mem-backing pelaku kejahatan bisnis.
5. Etika bisnis harus dikampanyekan (disosialisasikan) oleh pemerintah dan LSM (NGO) secara
berkelanjutan. Etika bisnis juga harus diberikan sebagai kurikulum (mata
ajaran) wajib pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mendalami ilmu
ekonomi, manajemen, perdagangan, korporasi, perbankan dan keuangan, dan hal-hal
yang berrkaitan dengan itu.
6. Prinsip-prinsip good corporate governance harus
diterapkan pada semua korporasi, baik milik asing, pemerintah, maupun swasta
lokal. Para pelaku bisnis/ekonomi hendaknya menyadari, bahwa di tangan mereka
martabat dan kemajuan bangsa dipertaruhkan.
ETIKA BISNIS
1. Untuk mengatasi kejahatan bisnis/ ekonomi yang
terjadi seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan
revolusi industri perdagangan, perbankan dan khususnya korporasi, dalam skala
global, sebaliknya semua negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih
memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan
kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya
untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting, yaitu mewujudkan
keadilan, kebenaran, kejujuran, penegakan hukum, penegakan etika dan
peningkatan rasa berkompetisi secara fair, rasional dan berkemanusiaan.
2. Pemerintah harus merancang sebuah pemikiran
strategik mengenal politik penanggulangan kesejahteraan bisnis secara rasional.
LSM (NGO) yang menaruh perhatian pernuh terhadap upaya penccegahan dan
pemberantasan korupsi harus tetap menekan pemerintah, terutama aparat penegak
hukum untuk mengukum siapapun seberat-beratnya bila mengganggu stabilitas
ekonomi. Tindaka reprsif sesungguhnya harus ditempuh untuk mengganjar para
pelaku kejahatan bisnis/ekonomi dalam skala besar.
3. Untuk mecegah sekaligus memberantas kejahatan bisnis/ekonomi,
sesuatu hal yang signifikan, strategik dan fundamental harus diambil, yaitu
dengan lebih dahulu membenahi organisasi kekuasaan kehakiman, kejaksaan dan
kepolisian sebagai stakeholders utama dalam penegak hukum. Integritas moral,
spiritual dan mental para penegak hukum harus teruji. Tingkat kesejahteraan dan
kelangsungan hidup komunitas ini harus diperhatikan.
4. Integritas moral pemerintah dan parlemen juga harus
lebih baik, agar tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
berbuat kejahatan bisnis/ekonomi. Etika kekuasaan dan berpemerintahan harus
dimiliki pemerintah dan parlemen. Etika politik anggota-anggota DPR juga
haruslah teruji untuk tidak tergoda dengan menggunakan jabatan politik untik
mem-backing pelaku kejahatan bisnis.
5. Etika bisnis harus dikampanyekan (disosialisasikan) oleh pemerintah dan LSM (NGO) secara
berkelanjutan. Etika bisnis juga harus diberikan sebagai kurikulum (mata
ajaran) wajib pada sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang mendalami ilmu
ekonomi, manajemen, perdagangan, korporasi, perbankan dan keuangan, dan hal-hal
yang berrkaitan dengan itu.
6. Prinsip-prinsip good corporate governance harus
diterapkan pada semua korporasi, baik milik asing, pemerintah, maupun swasta
lokal. Para pelaku bisnis/ekonomi hendaknya menyadari, bahwa di tangan mereka
martabat dan kemajuan bangsa dipertaruhkan.
Good governance merupakan tuntutan yang terus
menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan.
Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon
positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu :
- Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
- Logika, mengenai tentang benar dan salah.
- Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
- Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata "Virtus" yang berarti keutamaan dan baik sekali, serta bahasa Yunani yaitu kata "Arete" yang berarti utama. Dengan demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara berprilaku yang baik dan yang benar.
Prilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang
luhur. Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno, bertujuan untuk mendorong, meningkatkan dan mengembangkan manifestasi-manifestasi unsur moralitas. Kebaikan hidup manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga empat keutamaan yang pokok (the four cardinal virtues) yaitu :
- Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).
- Keadilan (justice).
- Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan atau "catur murti" (temperance).
Pada abad ke 16 dan 17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal development) dan kebahagiaan (happiness) tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan jiwa (animositas), kemurahan hati (generositas), dan keutamaan jiwa (sublimitas).
Dengan demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat
pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang
dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan
yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
kalau melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, "mempertanyakan yang ada", sedangkan filsafat praktis, "mempertanyakan bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang ada". Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis.
Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai
kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai baik formal
maupun etis.
Dalam ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang "seharusnya". Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) dan Pendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
- Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil (abstrak), contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.
- Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.
Kedua: Kaedah antar pribadi mencakup :
- Kaedah Kesopanan, tujuannya untuk kesedapan hidup antar pribadi, contoh : kaedah fundamentilnya, setiap orang harus memelihara kesedapan hidup bersama, sedangkan kaedah aktuilnya, yang muda harus hormat kepada yang tua.
- Kaedah Hukum, tujuannya untuk kedamaian hidup bersama, contoh : kaedah fundametilnya, menjaga ketertiban dan ketentuan, sedangkan kaedah aktuilnya, melarang perbuatan melawan hukum serta anarkis. Mengapa kaedah hukum diperlukan, Pertama : karena dari ketiga kaedah yang lain daripada kaedah hukum tidak cukup meliputi keseluruhan kehidupan manusia. kedua : kemungkinan hidup bersama menjadi tidak pantas atau tidak seyogyanya, apabila hanya diatur oleh ketiga kaedah tersebut.
filsafat pemerintahan ini diimplementasikan dalam etika pemerintahan
yang membahas nilai dan moralitas pejabat pemerintahan dalam menjalankan
aktivitas roda pemerintahan. Oleh karena itu dalam etika pemerintahan
dapat mengkaji tentang baik-buruk, adil-zalim, ataupun adab-biadab
prilaku pejabat publik dalam melakukan aktivitas roda pemerintahan.
Setiap sikap dan prilaku pejabat publik dapat timbulkan dari kesadaran
moralitas yang bersumber dari dalam suara hati nurani meskipun dapat
diirasionalisasikan.
Contoh dalam kehidupan masyarakat madani (civil society) ataupun masyarakat demokratis, nilai dan moralitas yang dikembangkan bersumber kepada kesadaran moral tentang kesetaraan (equlity), kebebasan (freedom), menjunjung tinggi hukum, dan kepedulian atau solidaritas.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang
erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu perbuatan
atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan
moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara
lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan
semacam ini biasanya disebut Prinsip Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moralitas sebagi dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bagi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku
manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
- Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
- kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
- Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
- kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
- Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Karena pemerintahan itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara
dari prespekti dimensi politis, maka dalam perkembangannya etika
pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.
Etika politik berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan
manusia yaitu berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti
contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk
keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat), harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika politik juga mengharuskan sistem politik menjunjung nilai-nilai
keutamaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis maupun
normatif. Misalnya legitimasi politik harus dapat dipertanggungjawabkan
dengan demikian juga tatanan kehidupan politik dalam suatu negara.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus
dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai
pemerintahan. Oleh karena itu dalam etiak pemerintahan membahas prilaku
penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan
termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang
baik dan buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)”
merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance
(GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan
untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua
hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut
telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture),
maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami
dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh”
dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik
merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran
hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan
pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa
nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,
yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan
kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau
dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat
dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya
dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh
pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan
kepentingan (conflict of interest).
a. Informasi rahasia
Seluruh
karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai perusahaan dan
dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain yang
tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila
informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan
tindakan yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang
perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi
rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain.
Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama
atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya
kode etik tersebut diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan
pemegang saham (share holder), atas dasar integritas
(kejujuran) dan transparansi (keterbukaan), dan menjauhkan diri dari
memaparkan informasi rahasia. Selain itu dapat terjaga keseimbangan
dari kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya dengan kepentingan
yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun pemerintah dan
masyarakat pada umumnya.
b. Conflict of interrest
Seluruh karyawan & pimpinan perusahaan harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan
perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan
pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut
seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi
kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik yang perlu
dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang
dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap
karyawan & pimpinan
perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat dalam benturan
kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan secara
detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8
(delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1).
Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor).
2) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4) Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5) Segala
penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan
demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau
menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut.
6) Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7) Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8). Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.
c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan
perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu
dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang
berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner termasuk sanksi
pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap kode etik, antara lain mendapatkan,
memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan untuk kepentingan /
keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak asset milik
perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik
perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik
tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar kode etik.Akhirnya diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai penerapan GCG.
sumber :
Jurnal Keuangan & Perbankan (JKP), Vol. 2 No.1, Desember 2005, Hlm.49 – 58, ISSN : 1829-9865.
http://fahmibasyar.blogspot.com/2010/11/peranan-etika-bismis-dalam-penerapan.html
http://ayurai.dosen.narotama.ac.id/files/2012/07/etika-bisnis.jpg
komentar :
Etika berbisnis juga menyangkut tentang aturan pemerintah . maka dari itu menurut saya setelah banyak dilihatnya berbagai penyimpangan bisnis yang memang juga kurangnya peran serta pemerintah. maka dari itu sesungguhnya pelaku bisnis pun harus mengerti tentang etika berbisnis untuk tetap bisa menyeimbangi roda pemerintahan sesuai pada aturan yang berlaku .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar