Kasus 1
Bapepam-LK menjatuhkan sanksi pada perusahaan sekuritas dan lembaga profesi penunjang (2007)
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah
menjatuhkan sanksi sebesar Rp5,964 miliar kepada perusahaan sekuritas
dan lembaga profesi penunjang. Denda terbesar dikenakan pada
kasus PT Agis Tbk yang menyeret sekitar 15 perusahaan sekuritas dengan
total denda Rp5,3 triliun. Buntut kasus Agis juga berujung pada
pencabutan izin usaha Republic Securities dan izin perorangan atas nama
Benny Ekayana Sutanto. Kepala Biro Lembaga Transaksi dan Lembaga
Efek Bapepam-LK Arif Baharudin mengatakan, dalam transaksi perdagangan
saham, kasus Agis memang paling menonjol pada tahun ini. Sementara untuk
perusahaan sekuritas yang dikenakan sanksi disebabkan kurang
memperhatikan aturan yang ada. "Agis memang paling menonjol dan
semoga tidak ada kasus yang lebih besar lagi," kata dia, seperti dikutip
di Jakarta, Jumat (23/11/2007).Arif mengingatkan, agar anggota
bursa selalu dapat mengikuti peraturan yang ada, menyusul
dipublikasikannya berbagai peraturan baru yang telah diterbitkan
Bapepam-LK. Otoritas pasar modal itu juga telah
menyosialisasikan peraturan-peraturan yang dinilai berkaitan langsung
anggota bursa. Selain itu, Bapepam-LK telah menjatuhkan denda kepada
lembaga profesi penunjang yang terdiri atas 13 penilai dan tiga
perusahaan penilai karena melanggar peraturan VIII.C.1 yaitu Pendaftaran
Penilai yang Melakukan Kegiatan Pasar Modal. Adapun 14 akuntan
publik melanggar peraturan VIII.A.1, yaitu Pendaftaran Akuntan yang
Melakukan Kegiatan di Pasar Modal. Otoritas pasar modal juga membekukan
izin usaha enam akuntan publik dan memberikan peringatan tertulis kepada
13 akuntan publik. Kepala Biro Standar Akuntansi dan
Keterbukaan Bapepam- LK Anis Baridwan mengatakan, peringatan tertulis
kepada akuntan publik diberikan karena tidak mengikuti pendidikan
profesi lanjutan (PPL) selama dua tahun berturut- turut. Otoritas pasar
modal itu kini mendorong agar para akuntan publik terus mengikuti PPL. "Kita
sudah mewanti-wanti kepada akuntan publik untuk ikut PPL. Jadi, tahun
ini diharapkan tidak ada yang diberikan sanksi lagi," ujarnya. Subbagian
Penetapan Sanksi dan Transaksi dan Lembaga Efek Biro Perundang-undangan
dan Bantuan Hukum Bapepam- LK mencatat sebanyak 67 perusahaan sekuritas
dijatuhi sanksi dengan total Rp5,817 miliar. Angka itu terdiri
atas 52 perusahaan sekuritas yang terlambat menyerahkan laporan kegiatan
penjamin emisi efek sebesar Rp517,6 juta dan Rp5,3 miliar berasal dari
pelanggaran dalam kasus Agis.
sumber : (http://economy.okezone.com/read/2007/11/23/21/63024/bapepam-lk-jatuhkan-sanksi-rp5-964-m)
Kasus 2
Menkeu Bekukan Izin Pengaudit Electronic Solution (2008)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indawati membekukan izin Akuntan Publik Drs Oman Pieters Arifin karena melanggar Standar Auditing (SA), dan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pelanggaran itu dilakukan dalam audit Laporan Keuangan PT Electronic Solution Indonesia 2007."Pencabutan izin tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 305/KM.1/2008 tanggal 29 April 2008 dan berlaku selama 9 bulan sejak tanggal ditetapkannya keputusan dimaksud," ujar Kepala Biro Depkeu Samsuar Said, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu (24/5/2008).Selama masa pembekuan izin, Drs Oman Pieters Arifin juga dilarang menjajakan jasa akuntan. Meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas laporan keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma. "Seusai Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik," kata Samsuar.Selain itu, yang bersangkutan dilarang memberikan jasa audit lainnya serta jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Drs. Oman juga dilarang menjadi Pemimpin dan atau Pemimpin Rekan dan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik, serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL), dan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan
Sumber ( http://economy.okezone.com/read/2008/05/24/20/111972/menkeu-bekukan-izin-pengaudit-electronic-solution)
KASUS 3
Menkeu bekukan izin KAP Tahrir Hidayat & AP Dody Hapsoro (2008)
Menteri Keuangan Sri Mulyani membekukan izin kantor akuntan publik (KAP)
Drs Tahrir Hidayat dan Akuntan Publik (AP) Drs Dody Hapsoro.Pembekuan
izin KAP Tahrir berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 397/KM
1/2008, terhitung mulai tanggal 11 Juni 2008. Sementara AP Drs Dody
Hapsoro, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 409/KM.1/2008,
terhitung mulai 20 Juni 2008. Menurut Kepala Biro Humas Depkeu
Samsuar Said, pembekuan atas izin usaha KAP Tahrir, merupakan tindak
lanjut setelah izin AP Tahrir Hidayat dibekukan oleh Menkeu. KAP Tahrir
dibekukan selama 24 bulan. Sedangkan AP Dody Hapsoro, dikenakan sanksi
pembekuan selama enam bulan.Pembekuan ini karena yang
bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap Standar Auditing (SA)
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam pelaksanaan audit atas
laporan keuangan konsolidasi PT Pupuk Sriwidjaya (Persero) dan anak
perusahaan tahun buku 2005."Selama masa pembekuan izin, KAP Drs
Tahrir Hidayat dan AP Drs Dody Hapsoro, dilarang memberikan jasa akuntan
publik, meliputi jasa atestasi yang termasuk audit umum atas laporan
keuangan, jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, jasa
pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma, review atas
laporan keuangan, serta jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum
dalam SPAP," papar Samsuar dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta,
Sabtu (19/7/2008).Keduanya juga dilarang memberikan jasa audit
lainnya serta jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen,
kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi AP dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku .Sementara, Menkeu
mewajibkan KAP Drs Tahrir Hidayat untuk memelihara Laporan Auditor
Independen, atas kerja pemeriksaan dan dokumen lainnya. AP Dody Hapsoro
juga dilarang menjadi pemimpin dim atau pemimpin rekan dan atau pemimpin
cabang KAP,
serta wajib mengikuti Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL). "Apabila
dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak berakhirnya masa
pembekuan izin tidak melakukan pengajuan kembali permohonan persetujuan
untuk memberikan jasa, AP dan KAP maka izin tidak melakukan pengajuan
kembali permohonan persetujuan untuk memberikan jasa, sanksi dikenakan
pencabutan izin," pungkasnya.
Sumber (http://economy.okezone.com/read/2008/07/19/20/129076/menkeu-bekukan-izin-kap-tahrir-hidayat-ap-dody-hapsoro)
Kasus 4
Kasus Mulyana W Kusuma.
Kasus
ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang
anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan
audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic
untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara,
tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan
dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan
penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik
daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka
disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah
lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesai dan
disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengar kabar
penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak
melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman
Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama
dengan auditor BPK. Menurut
versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya
penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar
pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan
ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor
yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasa mengungkap kasus ini,
sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan
perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik
akuntan.
Sumber (http://atiefariati.blogspot.com/2012/01/contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi.html)
Kasus 5
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan
keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan
sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci,
perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT
KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat
Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan
itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap
laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan
oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan
akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan direksi
PT KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam rapat umum pemegang saham, dan
komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 :
- Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005.
- Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standart Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp 24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp 6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
- Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai komulatif sebesar Rp 674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp 70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang. Akan tetapi menurut Hekinus bantuan pemerintah dan penyertaan modal harus disajikan sebagai bagian dari modal perseroan.
- Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 20asi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar RpPerbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek
Sumber (http://hendraendra.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam.html)
Komentar atau analasis :
menurut saya setelah membaca artikel ini dan melihat banyaknya kasus pelanggaran yang terjadi di lingkungan akuntansi sangatlah melanggar kode etik sebagai seorang akuntan . Ini jelas sangatlah memprihatinkan perkembangan etika pada dunia akuntansi . Dengan adanya pelanggaran ini membuktikan bahwa banyak para akuntan yang masih belum bisa memegang teguh sumpah nya sebagai seorang akuntan yang menjunjung tinggi etika profesi akuntansi . Ini juga menggambarkan bahwa kurangnya pengawasan untuk para akuntan yang berkepentingan dalam menilai laporan keuangan sehingga penyalag gunaan wewenang pun terjadi dimana adanya kasus pelanggaran yang terjadi karena para akuntan sengaja memanipulasi data yang seharusnya sesuai dengan kode etik profesi akuntansi dicantumkan dengan sebenar-benarnya . Karena memang sangatlah mudah bagi para akuntan tersebut memanipulasi data yang ada karena itu adalah tugas mereka untuk memeriksa dan menyajikan laporan keuangan yang nantinya akan di publish untuk umum. Sehingga dana yang mungkin tidak ada atau dana yang seharusnya di cantumkan secara rill justru dicantumkan dengan rekayasa . Inilah pelanggaran-pelanggaran yang memanng sering dilakukan oleh para akuntan publik .
Dengan adanya kasus-kasus seperti ini diharapkan kedepannya para akuntan dapat lebih profesional lagi dalam bekerja . Ini juga sebagai bahan referensi untuk para calon akuntan yang nanti nya akan terjun langsung di dunia akuntansi , harus mampu selalu berpedoman pada janji sebagai seorang akuntan yang menjunjung tinggi etika profesi akuntansi .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar